Banyak hal yang dirahasiakan dokter dari pasiennya dan masyarakat umum, mau tahu apa saja? Berikut rinciannya:
Hanya orang kaya yang bisa jadi dokter
Ini rahasia paling utama, sebenarnya para dokter juga tidak berniat merahasiakannya, karena sebenarnya tugas media untuk menyiarkan ini.Saya bukan berasal dari keluarga orang kaya, selama sekolah orang tua saya mungkin hanya mengeluarkan uang biaya hidup saja(sekolah apapun biaya ini ada kan?), karena seluruh kebutuhan sekolah saya sudah dipenuhi dari beasiswa. Ada ratusan beasiswa yang ditawarkan di fakultas kedokteran, beberapa bahkan cukup untuk memenuhi biaya sekolah dan biaya hidup dari pendaftaran sampai lulus. Yang penting ada kemauan pasti ada jalan.
Sekolah di fakultas kedokteran itu luar biasa mahal
Saya rinci ya, biaya sekolah saya(mulai tahun 2001-2007) adalah uang daftar ulang 300ribu, SPP per semester 400ribu(12 semester), uang ikoma 4 juta yang saya cicil selama 3 tahun, uang wisuda 500 ribu,uang pelantikan 500 ribu, total 10,1 juta(bersih, tidak ada biaya yang saya sembunyikan, dan semua dalam rupiah). Semua terpenuhi dari beasiswa. Memang untuk buku habis cukup banyak, tapi sebagian besar saya pinjam dan fotocopy meskipun ada yang beli dari uang beasiswa. Adakah yang kuliah jurusan lain sekitar tahun itu yang membayar lebih mahal? Banyak sekali. Itulah kenapa banyak dokter yang menyekolahkan anaknya di fakultas kedokteran,karena murah.Tapi kok di Koran di tulis ratusan juta? well controversy sell news better than fact. Pada angkatan saya 270 orang membayar seperti saya, sisanya sebanyak 63 orang membayar ikoma mulai 50 juta rupiah dan SPP 5 juta/semester(yang disebut jalur khusus). Tapi jangan kira yang membayar lebih itu lebih bodoh, mereka orang-orang yang mungkin tidak lulus umptn(yang bisa jadi karena kesalahan teknis)ataupun karena faktor usia tidak bisa ikut umptn. Pada waktu kelulusan, rangking satu di angkatan saya adalah anak yang tidak lulus umptn di tahun pertama(jadi baru tahun berikutnya dia lulus umptn) dan ada pula anak jalur khusus yang masuk 10 besar. Sementara saya yang bayar murah, seratus besar pun tidak masuk.Harus diakui sekarang jumlah jalur khusus semakin banyak, dan semakin mahal. Tapi lucunya, ternyata hanya 50% yang diberikan ke fakultas kedokteran, sedangkan sisanya digunakan universitas untuk operasional mereka(termasuk membiayai fakultas-fakultas lain). Itupun sistemnya, 100% dana masuk ke universitas, nanti yang 50% itu dikeluarkan sedikit-sedikit sesuai proposal anggaran. Jadi inget bahkan waktu lampu ruang kerja profesorku mati untuk mengganti bohlam itu pun harus pake proposal, yang akhirnya beliau ganti dengan uang sendiri. Jadi saat biaya masuk FK jadi semahal itu, harusnya dipertanyakan, terus anggaran pendidikan yang 20 % dari APBN itu manajemennya bagaimana? Kok sampai ada beberapa fakultas yang dikorbankan imagenya(dianggap mata duitan) untuk membiayai operasional seluruh universitas.Kalo fakultas kedokteran universitas swasta mahal, ya jelas. Selain karena sistem beberapa fakultas (biasanya FK dan FKG) mensubsidi semua itu juga berlaku, swasta kan artinya profit taking. Fakultas manapun pasti lebih mahal daripada fakultas yang sama di universitas negerinya kan.
Setelah jadi dokter langsung kejar target balik modal
Kalo yang modal dengkul kaya saya apa yang mau dibalikin ya? Kan dengkul saya masih ada.Percayalah, memang di setiap profesi ada oknum yang menjelekkan nama, tapi kebanyakan dari kami tidak ada istilah kejar setoran untuk balik modal. Kebanyakan dokter adalah pribadi yang nrimo berapapun rejeki yang diberikan Tuhan(buktinya dengan banyaknya tulisan yang menjelekkan dokter hanya sebagian kecil kan yang mau repot mengklarifikasi,sebagian besar yang lain nrimo). Tapi itu juga artinya nrimo berapapun pasiennya,sebanyak dan sesedikit apapun. Karena dokter yang pasiennya banyak tidak menolak pasien kesan kejar setoran itu muncul. Percayalah, sebanyak apa dokter yang anda lihat kaya, lebih banyak dari itulah yang hidup bersahaja. Terutama yang mengabdikan dirinya untuk mengajar. Banyak dosen saya yang masih naik becak saat berangkat mengajar, di usianya yang mendekati usia pensiun.
Biaya berobat mahal karena tarif dokter begitu mahal
Nah ini juga karena kekurangtelitian yang berbicara. Jika anda berobat, coba cek notanya, jujur hampir tidak ada nota yang 50% biayanya adalah biaya periksa. Porsi terbesar biasaanya obat, laboratorium, dan bahan habis pakai(seperti oksigen, kassa,dll). Biaya periksa yang sudah kecil(biasanya maksimal 25%) tadi juga masih dibagi untuk operasional klinik atau rumah sakit. Sebagai gambaran saat saya bekerja di klinik swasta dari biaya periksa 25ribu/pasien, fee dokter adalah 5 ribu. Sesuaikah dengan bayangan anda?Di klinik yang sama juga biaya periksa dokter spesialis adalah 75 ribu/pasien, fee dokter 50 ribu. Besar tapi jika dilihat bahwa lama seorang lulusan sma kuliah sampai menjadi dokter spesialis adalah minimal 11 tahun(itupun kalau lancar ya,dan ga pake ke pedalaman dulu) saya tidak yakin kalo anda mau menerima bayaran lebih murah dari itu jika berada di posisi yang sama. Meskipun hebatnya banyak dosen saya yang spesialis masih menetapkan tarif periksa praktek swasta 35 ribu per pasien.
Dokter dapat fee dari obat
Saya tidak memungkiri, tapi akan saya jelaskan. Aturan pemerintah untuk menjaga kompetensi dokter adalah dalam 5 tahun kami harus mengumpulkan satuan kredit poin(SKP) sebanyak 250 SKP. Kemarin saya baru ikut symposium 2 hari seharga 1 juta rupiah dan mendapatkan 5 SKP. Bisa dibayangkan untuk memenuhi angka itu saya harus mengikuti 50 simposium serupa yang artinya harus menyediakan dana 50 juta rupiah/ 5 tahun atau 10 juta rupiah/ tahun. Sesuai standar internasional pula lah pabrik obat menyisihkan dana promosi dari penjualan obat untuk membantu meringankan biaya itu tadi. Itu dimanapun, bahkan dokter Singapore yang di elu-elukan pasien Indonesia pun seperti itu. Itupun hanya dari penjualan obat paten mahal, yang harganya per tablet 5 ribu sampai 30 ribu. Dan hanya sekitar 5 persen dari harga pokoknya. Jadi kalau anda periksa ke saya dan membayar 35 ribu untuk biaya periksa dan 3 jenis obat yang masing sepuluh tablet, yakinlah saya tidak dapat sepeser pun dari pabrik obat tersebut.Memang ada dokter yang meresepi sampai berjuta-juta di resep, tapi seringkali, itu atas permintaan pasien. Mulai dari istilah minta obat yang bagus sampai menghabiskan jatah kantor atau asuransi. Dan dari obat jutaan rupiah itupun dokter hanya mendapat porsi puluhan ribu rupiah, yang diluar dugaan, tidak berupa uang, tapi tiket gratis symposium. Memang ada, beberapa pabrik obat yang memberikan uang, tapi dengan kebutuhan dana seminar sebesar itu, pasti semuanya terpakai untuk seminar.
Harga obat dokter mahal sekali
Wah, saya mau bilang apa ya. Doakan saya segera punya pabrik obat biar saya produksi obat murah, tapi masalahnya anda mau minum tidak. Sering saya resepi pasien obat generik yang harganya sepersepuluh harga obat paten yang kemudian ditolak mentah-mentah oleh pasien tersebut. Hanya dibawah sepuluh persen pasien saya yang mau diberi obat generik, jadi salah siapa.Ada penulis yang membandingkan sebotol infus berisi nutrisi berharga 600 ribu, dengan sepiring nasi warteg. Saya berharap beliau bisa segera memproduksi infus nutrisi seharga nasi warteg tersebut, karena kalau memang bisa, banyak sekali pasien saya yang membutuhkan.
Dokter jadi anak emas pemerintah dibandingkan profesi kesehatan lain
Saya tidak memungkiri kalau profesi dokter diperlakukan spesial oleh pemerintah. Calon dokter disuruh sekolah lama dengan alasan kompetensi, dan masih wajib diuji kompetensi setelah lulus. Dianggap berutang kepada pemerintah sehingga wajib mengabdi, ditempatkan ke ujung-ujung pedalaman yang bahkan pemerintah sendiri tidak mau menengoknya, dengan gaji seadanya, kadang berangkat dengan biaya sendiri, agar masyarakat di pedalaman tadi merasa diperhatikan dan tidak minta merdeka. Cuma jujur, saya belum tahu kalau istilah itu sudah diganti dari diskriminasi menjadi anak emas. Atau mungkin guru bahasa Indonesia saya tidak update ilmu ya.
Anak saya harus jadi dokter agar bisa kaya
Mohon maaf kepada orang tua yang bercita-cita seperti itu, sebaiknya jangan dimasukkan fakultas kedokteran. Memang ada dokter yang bisa kaya, tapi perhatikan bahwa mereka jadi kaya karena berhemat dan menggunakan uangnya untuk bisnis lain. Saya pastikan tidak ada satupun dokter yang kaya dari hasil praktek kedokterannya, hidup cukup mungkin, tapi untuk kaya pasti dia dapatkan dari bisnis lain. Dan yang pasti dari beberapa dokter yang anda lihat hidup berkecukupan, lebih banyak lagi yang hidup sederhana. Banyak diantara mereka yang mencicil rumah dan mobil mereka, sama seperti karyawan yang lain, hanya saja mereka tahu betapa kecil penghargaan setiap orang yang mereka layani, sehingga mereka lebih hemat dan tampaknya memiliki harta lebih banyak. Banyak oknum karyawan yang hanya datang absen selama 20 hari kerja untuk mendapatkan gaji 1 juta. Sementara dokter harus melayani 200 orang dengan sabar untuk mendapatkan jumlah yang sama. Itulah yang membuat perlakuan kami terhadap hasil kerja kami berbeda.
Banyak dokter yang melakukan malpraktek
Harus diakui memang, apalagi budaya Indonesia yang sungkanan dan pasien yang merasa dengan membayar mereka berhak minta dilayani apa saja. Saya juga pernah, kadang menuliskan surat sakit untuk saudara, maupun menuliskan surat kesehatan pasien yang memohon-mohon karena dia butuh kerja. Itulah malpraktek yang kadang-kadang dengan sengaja kami lakukan. Pernahkah anda merasa itu bentuk malpraktek? Bukanlah anda periksa terus tidak sembuh, ataupun jadi sakit karena alergi setelah minum obat dokter, yang diproduksi sebenarnya oleh pabrik obat. Bukan kuasa kami soal kesembuhan maupun alergi itu. Memang, tidak jarang ada kesalahan dari pihak dokter, tapi kami adalah oraang yang menjaga kehormatan. Bila ada sejawat kami yang salah kami bilang salah begitu pula sebaliknya. Maka jika ada tudingan malpraktek harap perhatikan proses persidangannya, proses pembuktian benar dan salahnya. Karena keputusan bukan malpraktek hampir tidak pernah diberitakan.Lucunya, sama seperti reaksi obat seharusnya yang dituntut adalah pabrik obatnya, ada pabrik yang memproduksi racun dan dikonsumsi oleh jutaan masyarakat Indonesia tapi tidak pernah dituntut seperti dokter yang berusaha menolong pasiennya.
Sementara itu dulu yang bisa saya beberkan dari rahasia para dokter. Semoga bisa membuka pandangan, bahwa anggapan sering sekali tidak sesuai dengan kenyataan, karena sebagai manusia sering yang kita lihat adalah yang kita ingin lihat. Buat para sejawat semoga tulisan ini bisa mengembailkan keikhlasan kita dalam setiap proses, baik saat menuntut ilmu maupun melayani pasien, karena tidak ada balasan di dunia yang bisa dibandingkan dengan balasan di akherat nanti.
Dr.Pikasa Retsyah Dipayana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar